Upacara Adat Sekaten – Di Indonesia, masih banyak upacara adat yang pelaksanaannya berkaitan dengan hal keagamaan. Salah satu contoh perayaan adat ini adalah upacara adat Sekaten.
Upacara Adat Sekaten sendiri merupakan upacara adat yang berasal dari Yogyakarta dan banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam upacara ini.
Ritual ini merupakan ritual tahunan yang selalu dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta dalam rangka menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW atau yang lebih dikenal dengan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Banyak hal unik yang terjadi dalam melaksanakan upacara adat Sekaten, salah satunya adalah penggunaan alat musik khusus yang hanya digunakan saat ada acara-acara besar.
Bagaimana sih asal usul dan prosesi tradisi ini berlangsung? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!
A. Asal Usul Upacara Adat Sekaten
Upacara ini biasanya berlangsung atau diadakan di alun-alun utara Yogyakarta. Pada saat yang sama, juga dirayakan di alun-alun utara Surakarta.
Ini adalah tempat yang paling sering dikunjungi sebagai tempat wisata di Jogjakarta. Upacara ini awalnya diterbitkan atau awal mula diadakan oleh Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kesultanan Yogyakarta.
Tujuan dari upacara Sekaten adalah untuk menyebarkan Islam dan mendakwahkannya. Makna Sekaten ini adalah perasaan bahagia dan tanda syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tentunya upacara adat sekaten ini juga berlangsung dalam suasana yang meriah dan ceria.
Pengertian dari kata Arab syahadatain ini juga memiliki arti tersendiri. Beberapa percaya bahwa ini berarti kemartiran. Kalimat ini diucapkan seseorang ketika ingin masuk Islam.
B. Tujuan Upacara Adat Sekaten
Dalam pengertiannya, syahadatain merupakan sebuah kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan secara rutin. Upacara ini sendiri dikenal masyarakat sebagai upacara adat khas Jawa.
Kegiatan ini berlangsung selama seminggu penuh atau 7 hari dengan diiringi oleh berbagai kegiatan, seperti:
- Festival Budaya
- Pertunjukan alat musik gamelan
- Keceriaan pasar malam
- Tarian tradisional jawa
Upacara adat sekaten bertujuan untuk memperingati hari kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pelaksanaannya sendiri dimulai pada tanggal 5 Mulud (Rabiul Awal) di waktu sore hari dan berakhir pada tanggal 11 Mulud (Rabiul Awal) pada tengah malam.
Diperkirakan bahwa tradisi ini telah ada sejak awal kepemimpinan Kesultanan Demak. Selain itu, asal muasal tradisi ini juga dipercaya sudah berlangsung sejak zaman Sunan Kalijaga di masa lalu.
Pada saat itu, Sunan Kalijaga awalnya memiliki ide untuk menampilkan pertunjukan gamelan di halaman masjid yang mana juga akan dibantu oleh para sultan yang menjabat saat itu.
Sejak itu, pertunjukan musik dengan gamelan telah dilakukan untuk merayakan kelahiran atau Maulid Nabi yang mana sekarang dikenal dengan Sekaten.
Sementara itu, upacara sekaten juga merupakan hasil campur tangan dari budaya Hindu, Jawa, dan Islam. Alasan utamanya yaitu agar para masyarakat bisa lebih mengenal tentang agama Islam ini.
C. Filosofis Upacara Adat Sekaten
Pagelaran upacara sekaten mengandung ajaran yang diwujudkan dalam bentuk lambang dan simbol yang mengandung makna di dalamnya.
Misalnya, pada pentas ketika gamelan pusaka pertama kali dibunyikan, diadakan perayaan Udik-Udik, yaitu pembagian uang logam oleh Sri Sultan.
Penyerahan uang logam oleh raja merupakan simbol pemberian bingkisan berupa kekayaan dan berkah wujud tuah kekeramatan.
Selain itu, setiap bagian dari Gamelan Pusaka Sekaten memiliki nama tersendiri, yaitu meliputi:
- Gunturmadu, salah satu nama piranti yang mana melambangkan turunnya wahyu
- Nagawilaga, memiliki makna yaitu meraih kemenangan perang yang abadi
- Yaumi, salah satu nama dari piranti gending sekaten, mengandung makna hari kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW
- Salatun, julukan salah satu jenis piranti gending sekaten, memiliki makna doa dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Dhindang Sabinah, julukan dari salah satu piranti gending sekaten, memiliki makna untuk mengenang jasa para mubaligh yang menyebarkan agama Islam.
- Ngajatun, menandakan keinginan hati untuk masuk agama Islam
- Supiyatun, yang mana melambangkan untuk menunjukkan kemauan yang kuat untuk mencapai kesucian hati.
D. Prosesi Upacara Adat Sekaten
Upacara Sekaten memang dilakukan dengan melalui banyak prosesi, dimulai dengan persiapan hingga datangnya hari besar perayaan.
Berikut rangkaian kegiatan yang berlangsung dalam tradisi penyambutan Maulid Nabi Muhammad SAW.
1. Persiapan Peralatan Budaya
Persiapan upacara Sekaten ini sangat rumit. Untuk mempersiapkan dalam bentuk fisik, perlu dipersiapkan berbagai benda dan peralatan kebudayaan.
Salah satu alat musik utama yang dimainkan adalah gamelan, khususnya milik dari Kanjeng Kyai Sekati.
Hal ini dilengkapi dengan suara lagu yang mengiringi penampilan Gamelan. Lagu-lagu yang digunakan konon merupakan ciptaan dari walisongo yang hidup pada masa kerajaan Demak.
Tidak hanya itu, terdapat juga piranti yang mana tentunya sangat diperlukan dalam pagelaran ini, yaitu meliputi:
- Uang logam untuk upacara udhik-udhik
- Naskah riwayat tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW
- Bunga kantil
- Busana untuk para pentas seni musik
Nantinya, Kyai Bingolo akan membacakan teks tersebut pada malam kesebelas Rabiulawal.
2. Persiapan Mental
Yang tidak kalah penting adalah persiapan mental sebelum upacara Sekaten diadakan. Persiapan non fisik ini adalah para abdi dalem (pengelola keraton) yang akan terlibat dalam mempersiapkan diri terutama mental.
Karena ritual budaya ini dianggap sangat sakral dan harus dilakukan dengan hikmat. Nantinya, para abdi dalem yang bertugas harus membersihkan diri dengan cara berpuasa dan siram jamas (mandi keramas).
Gamelan pusaka adalah salah satu benda keraton yang nantinya akan dimainkan pada saat pementasan.
3. Pementasan Gamelan Pusaka
Prosesi selanjutnya pada pementasan upacara Sekaten adalah mulai dibunyikannya suara dari Gamelan.
Gamelan sekaten akan terdengar di keraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti di Kamandhungan atau halaman Keben.
Pada waktu tertentu, sebuah gamelan milik Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga kemudian dikeluarkan dari tempat persemayamannya.
Pertunjukan instrumen gamelan ini sangat sakral dan diikuti oleh tradisi budaya lainnya.
4. Pembacaan Naskah Suci
Menuju pada puncak acara, tepatnya malam ketujuh tanggal 11 Rabiul Awal. Di Masjid Agung Yogyakarta, sejarah perjalanan kehidupan Nabi Muhammad SAW akan diceritakan.
Bersamaan dengan ini pula akan diadakan penyebaran udhik-udhik oleh para sultan. Udhik-udhik adalah tradisi melempar atau menyebarkan uang yang berbentuk koin atau logam.
Bertujuan untuk dibagikan kepada para tamu yang menghadiri acara-acara besar seperti upacara sekaten ini.
Pada saat pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW dilanjutkan dengan penyerahan bunga kantil dari Kyai Pengulu.
5. Kondur Gongso
Upacara penutupan Sekaten biasa disebut dengan kondur gongso. Kondur gongso adalah prosesi dimana gamelan pusaka yang dibawa akan dikembalikan ke keraton.
Pelaksanaan ini dilakukan pada tanggal sebelas Rabiul Awal, tepatnya pada pukul 24.00 WIB, setelah Sultan telah pergi dari masjid agung atau masjid besar.
Setibanya di keraton, gamelan akan dikembalikan pada tempat pertama kali tadi diambil.
Dengan pengembalian gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati di Keraton, ini menandakan bahwa pelaksanaan upacara sekaten telah selesai.
E. Pantangan Upacara Adat Sekaten
Dalam pelaksanaan upacara adat terdapat banyak pantangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Abdi Dalem niyaga (penabuh Gamelan) dalam menjalankan tugasnya dengan memukul gamelan pusaka Kyai Sekati dilarang melakukan hal-hal yang tercela, baik perbuatan atau perkataan.
- Selain itu, para abdi dalem juga tidak boleh melangkah diatas gamelan pusaka, dan gamelan pusaka dilarang dipukul apabila abdi dalem tersebut belum mensucikan dirinya dengan berpuasa dan mandi jamas.
- Para abdi dalem niyaga tidak boleh memainkan gamelan pusaka pada waktu malam Jumat dan Jumat siang, sebelum waktu sholat dhuhur berakhir.
F. Gambar Upacara Adat Sekaten
Anda dapat melihat di atas bahwa upacara adat sekaten dimaksudkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Semoga anda sebagai penerus bangsa dapat selalu melestarikan budaya upacara adat yang ada saat ini.
Jika Anda merasa ulasan ini bermanfaat, silahkan bagikan ulasan ini dengan teman atau media sosial Anda.
Leave a Reply